Pagelaran Seni Budaya Bela Diri Konto (Pencak Jawa) di Makodim 0709/Kebumen
Pagelaran Seni Budaya Bela Diri Konto (Pencak Jawa) di Makodim 0709/Kebumen
Seni bela diri merupakan salah satu hasil olah cipta rasa dan karsa manusia yang bertujuan untuk mempertahankan diri dari bahaya yang mengancam. Oleh karena itu pada hakikatnya bentuk budaya ini dimiliki oleh seluruh negara di dunia. Bentuk dan gerakan dari seni bela diri berbeda di masing – masing daerah sesuai dengan faktor alam, tradisi dan keyakinan. Begitu pula seni bela diri yang ada di Nusantara. Sangat beragam nama dan gerakannya yang semua diselaraskan dengan kultur dan budaya setempat. Salah satu seni bela diri asli Panjer (nama lama dari Kabupaten Kebumen) adalah Pencak Jawa yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Konto.

Istilah konto meminjam salah satu nama seni bela diri Cina yakni Kun Tao; seni bela diri yang menitikberatkan pada penyelarasan dan penyatuan diri dengan alam. Meski demikian, Pencak Jawa yang telah ada sejak masa kerajaan ini memiliki gerakan khas Kebumen yakni perpaduan antara ketegasan, ketenangan serta kesantunan.
Menilik sejarahnya, Kebumen sejak masa lalu telah dikenal sebagai basis kekuatan pasukan. Bahkan sejak masa Mataram Kuno, wilayah Kebumen yang merupakan kesatuan dari Bagelen (Bagelen merupakan cikal bakal kerajaan Mataram Kuno yang kemudian pindah ke Jawa Timur; adapun nama Bagelen diambil dari nama seorang perempuan asli Kebumen “Nyi Bagelen” yang kemudian menikah dengan seorang dari Purworejo dan selanjutnya menurunkan wangsa Mataram Kuno) hingga masa Mataram Islam tetap dikenal sebagai pusat kekuatan pasukan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa data antara lain:
  • BIJDRAGEN TAAL LAND EN VOLKENKUNDE ZESDE VOLGREEKS – ZESDE DEEL, S GRAVENHAGE – MARTINUS NIJHOFF 1809; di dalam buku ini disebutkan bahwa kekuatan utama Panembahan Senopati dalam memberontak terhadap Pajang adalah pasukan Bagelen yang dipimpin oleh Demang Bocor.
  • SEJARAH DINASTI KRAT KALAPAKING, R Tirto Wenang Kolopaking, 1997; dalam buku ini disebutkan bahwa:
  1. Pada tahun 1623 Panjer dijadikan pusat logistik dan latihan pasukan Mataram yang dipimpin oleh para senopati dalam rangka penyerbuan ke Batavia.
  2. Pada tahun 1661, anak adipati Bocor meninggal dalam latihan seni bela diri perang yang dipimpin oleh Adipati Soewarno dan Ki Bagus Curigo di Bocor.
  3. Pada tahun 1677, Panjer dibawah Kalapaking I mengadakan perekruitan pemuda yang kemudian dilatih bela diri dan ilmu perang untuk selanjutnya dijadikan laskar prajurit Panjer untuk menyerang Trunajaya yang pada saat itu telah menduduki kraton Mataram, misi berhasil dengan baik.
  • BABAD GIYANTI karya RADÈN NGABÈI YASADIPURA I SURAKARTA; BALE PUSTAKA BETAWI SENTREM 1937; dalam buku ini disebutkan bahwa Pangeran Mangkubumi bermarkas di Panjer serta mendapatkan bantuan pasukan sebanyak 30.000 prajurit Panjer untuk melawan Belanda yang berakhir pada perjanjian Giyanti dimana Pangeran Mangkubumi mendapatkan tanah yang kemudian dijadikan kraton Yogyakarta. Ia sendiri kemudian bergelar Hamengkubuwana I., sedangkan para prajurit Panjer kembali ke Panjer.
  • De Orloog Op Java van 1825 Tot 1830 door A.W.P. Weitzel I’ Deel, Te Breda Bij Broese & Comp, 1852; dalam buku ini disebutkan bahwa Pangeran Dipanegara memusatkan pertahanannya di Panjer (diubah menjadi Kebumen oleh Belanda pada tahun 1832) serta mendapat bantuan yang sangat besar baik prajurit maupun logistik. Bahkan paska penangkapan Dipanegara di Magelang 1830 Panjer masih melakukan perlawanan hingga 1832.
Dari berbagai data di atas dapat disimpulkan bahwa prajurit-prajurit Panjer yang handal tidak dapat terlepas dari bela diri khas asli Kebumen yakni Pencak Jawa. Pencak ini mulai disebut Konto sejak kedatangan Jendral Tan Wan Swee (seorang jenderal pelarian dari Cina dimasa dinasti Tjhing) yang kemudian ikut melakukan pemberontakan etnis Tionghoa bersama Mas Garendi yang dikenal dengan Geger Pecinan. Ia melihat bahwa Pencak Jawa asli Panjer ini menitikberatkan pada penyelarasan dan penyatuan diri dengan alam sehingga kemudian ia menyebutnya Kuntao. Sejak saat itulah Pencak Jawa asli Panjer ini dikenal sebagai Kuntao yang oleh masyarakat setempat kemudian dilafalkan Konto. Jenderal Tan Wan Swee selanjutnya menjadi mertua dari Kalapaking III penguasa Panjer.
Pada perkembangannya Konto kemudian menjadi pelajaran bela diri di pesantren-pesantren. Selain itu Konto diaplikasikan dalam kesenian Islam Pesantren Kebumen yang dikenal dengan JOS (Jamaah Olah Raga Silat) yang merupakan perpaduan antara Konto dengan lantunan seni Sholawat Al-Barjanji. Kesenian JOS berkembang di Kebumen dan Kemitir. Kegiatan latihan para pendekar Konto pada umumnya dilaksanakan setiap malam purnama di berbagai wilayah di seluruh Panjer (kini Kabupaten Kebumen).